Makam Syekh Burhanudin

0
228

bbMakam Syekh Burhanudin adalah makam di Sumatra Barat yang paling ramai didatangi para peziarah. Peziarah berdatangan tidak hanya dari wilayah Sumatra Barat tetapi juga dari seluruh Indonesia dan mancanegara. Jarak makam Wali Allah, Syekh Burhanudin dari kota Padang adalah 43,2 km dengan jarak tempuh 1 jam perjalanan. Lokasi makam Syekh Burhanudin terletak di Tapakis, Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Berada di tepi jalan besar Jalan Pariaman Lubuk Alung – Pulau Air, apabila dari kota Padang maka mengambil jalan Padang – Bukit Tinggi lalu belok kiri mengambil  Jalan Pariaman Lubuk Alung – Pulau Air.

Makam wali Allah, Syech Burhanudin merupakan wisata ziarah yang menjadi tujuan pertama di Sumatera Barat. Berdasar Sumbaronline.com guna mengkaji sejarah hidup dan perjuangan Syekh Burhanuddin – Ulakan dalam mengembangkan ajaran Islam di Sumatera Bagian Tengah hingga Semenanjung Malaya dan Brunei Darussalam, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Pariaman telah melaksanakan muzakarah / seminar sehari pada tanggal 17 Juli 2012. Berikut adalah salah satu tulisan mengenai sosok Syekh Burhanudin yang disajikan di seminar sehari tersebut berdasarkan makalah yang disajikan Prof Dr H Duski Samad Tuanku Mudo MA Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang.

Secara pasti waktu kelahiran Syekh Burhanuddin belum dapat ditegaskan. Namun, dari beberapa penulis sejarah diketahui, ia diperkirakan lahir awal abad ke-17 Masehi. Azyumardi Azra (1999:209), menulis ia hidup 1056-1104 H./1646-92 M. Ia belajar agama di daerah Tapakis Ulakan dengan Tuanku Madinah. Di Tapakis itu Burhanuddin yang masa kecilnya itu bernama Pono bertemu dengan seorang teman orang Ulakan yang berasal dari Tanjung Medan yang bernama Idris bergelar Khatib Majolelo. Sejak masa itu pula Ia mulai belajar agama sekaligus mengembalakan ternaknya. Seperti yang dikemukakan oleh Tamar Jaya (1965:285) pada masa itu penduduk masih mempunyai kepercayaan animisme dan belum meyakini adanya Tuhan.

Masjid di area Makam Syekh Burhanudin, Ulakan yang sedang direnovasi
Guru pertama Syekh Burhanudin adalah Tuanku Madinah atau Syekh Abdullah Arief diduga sebagai pengembang Islam pertama di daerah ini. Syekh Abdullah Arief meninggal dunia pada tahun 1039 H/1619 M di Tapakis. Setelah mendapatkan pendidikan dasar keagamaan di daerah perantauannya di Tapakis dengan Tuanku Abdullah Arif atau Tuanku Madinah, Pono melanjutkan pelajaran ke Aceh pada Syekh Abdurrauf yang saat itu sedang menjadi ulama dan mufti pada Kerajaan Aceh. Syekh Abdurrauf pulang belajar dari Madinah tahun 1039 H/1619 M dan menetap di Singkil. Selama 2 tahun, dari tahun 1039-1041 H/1619-1621 M Pono belajar dengan Syekh Abdurrauf di Singkil sebelum ia pindah ke Banda Aceh menduduki jabatan ulama dan mufti Kerajaan Aceh.

Imam Maulana penulis buku Mubâligul Islâm menyebut empat orang yang sama belajar dengan Pono itu adalah pertama Datuk Maruhun Panjang dari Padang Ganting Batu Sangkar, kedua bernama Si Tarapang berasal dari Kubung Tigo Baleh Solok, ketiga Muhamad Nasir dari Koto Tangah Padang, dan keempat Buyung Mudo dari Pulut-pulut Bandar Sepuluh Pesisir Selatan.

Sementara itu, Ambas Mahkota dalam bukunya, Sejarah Syekh Burhanuddin Ulakan, Penerbit CV Indo Jati menuturkan bahwa setelah Pono selesai mempelajari ilmu yang dirasanya perlu dalam agama Islam, maka pada suatu hari diadakanlah perpisahan antara guru dengan murid. Kata perpisahan itu berbunyi sebagai berikut: “Malam ini berakhirlah ketabahan dan kesungguhan hatimu menuntut ilmu tiada taranya. Suka duka belajar telah engkau lalui, sekarang pulanglah engkau ke tanah Minang untuk mengembangkan agama Islam.”  Tamar Jaya penulis buku Pusaka Indonesia (1965:128) menuliskan bahwa di waktu hari keberangkatan Pono Pulang ke Minangkabau juga diberikan nama baru oleh gurunya Syekh Abdurrauf dengan Burhanuddin  (Pembela agama). Sejak masa itu resmilah nama Pono menjadi Burhanuddin.

Komplek Makam Syekh Burhanudin, Ulakan

Tentang berapa lama Pono belajar di Aceh ada beberapa riwayat menyebutkan, H.B.M Leter menyebut 2 tahun di Sinkil dan 28 tahun di Banda Aceh yang semuanya 30 tahun.  Sedangkan Mahmud Yunus dalam bukunya, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (1979:18), menyebutkan bahwa Pono belajar ilmu agama pada Syekh Abdurrauf lebih kurang 21 tahun dan pulang ke Minangkabau pada tahun 1680 M, kemudian mengajar agama di Ulakan (Pariaman) dan membuka Madrasah.

Surau Tanjung Medan inilah surau pertama yang menjadi cikal bakal lembaga pendidikan agama di Minangkabau -sejenis Pesantren di Jawa- yang pada masa belakangan berkembang luas dan disebarluaskan oleh pengikut dan murid Syekh Burhanuddin di Tanjung Medan Ulakan. Surau Tanjung Medan juga menjadi suatu kampus Universitas yang disekitarnya didirikan surau-surau kecil yang dihuni oleh pelajar dari berbagai daerah di Minangkabau, Riau, dan Jambi). (Surau) tempat pendidikan dalam pengajaran agama Islam. Sedangkan ilmu yang dipelajarinya boleh dikatakan semua ilmu yang ada pada gurunya, yaitu “Fiqh, Tauhid, Hadîts, Tasawuf dengan jalan Tarekat Syathariyah, ilmu Taqwîm dan ilmu Firasat”.

Paham keagamaan yang  dipelajari Syekh Burhanudin dan kemudian dikembangkan di ranah Minangkabau melalui pusat pendidikan di surau Tanjung Medan Ulakan sudah dapat diduga bermazhab Syafii dalam ibadah dan muamalah serta Ahlussunnah Wal Jamaah dalam Itikad. Sedangkan dalam tarekat Ia jelas memakai tarekat Syathariyah yang memang dalam sejarah intelektual Syekh Abdurrauf, Ia adalah seorang khalifah tarekat Syathariyah yang diterima dari gurunya Syekh Ahmad Qusyasi di Madinah.