AGAM – khususnya pecinta wisata air terjun di Sumatera Barat. Di Sungai Guntuang, sebuah jorong di Nagari Pasia Laweh, Kecamatan Palupuah, Kabupaten Agam, terdapat air terjun tiga tingkat atau biasa disebut masyarakat dengan “sarasah” yang masih belum terlalu terekspos.
Menurut tokoh masyarakat Nyiak Datuak Patiah Baringek (70 tahun), penamaan jorong ini juga diambil dari keberadaan sarasah. Sungai Guntuang bisa diartikan sebagai sungai yang menggantung. Di sarasah yang airnya berasal dari pertemuan dua sungai ini terdapat banyak ikan yang hingga kini masih menjadi sumber mata pencarian masyarakat setempat.
Untuk menuju ke Sarasah Sungai Guntuang, anda membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan dari Bukittinggi. Anda akan melewati Jalan Raya Bukittinggi-Medan hingga sampai di kilometer 30 tepatnya di simpang 3 Jorong Palimbatan.
Di simpang ini anda belok kanan dan akan menempuh perjalanan sekitar 6 kilometer menuju Sungai Guntuang. Dalam perjalanan, anda akan menyaksikan sungai-sungai juga sawah yang luas membentang di kiri dan kanan. Menjelang sampai di sarasah, anda akan melewati jalan menanjak sepanjang sekitar 500 meter.
Sungai Guntuang yang berada di ketinggian, akan menawarkan semilir angin dan pemandangan berupa jejeran bukit setelah anda melewati tanjakan ini. Tak butuh waktu lama, anda akan sampai di area parkir yang di sana juga terdapat tempat duduk serta kedai. Dari sini anda akan memulai perjalanan seru lainnya.
Untuk sampai di sarasah, anda harus menuruni lereng tebing dan melewati jalan setapak. Sekitar 5 menit, anda akan menyeberangi sungai kecil dan sekitar 5 menit kemudian anda akan merasakan embun merayapi wajah anda dan air yang berjatuhan berdentum-dentum di depan mata.
Sarasah yang pertama kali menyambut anda ini bernama Sarasah nomor 3. Bagi anda yang tidak bisa berenang, anda tak perlu takut karena airnya dangkal dan lebih ke tengah karena kedalamannya hanya sekitar 1 meter dan sekitar 2 meter di bagian terdalam.
Jika anda ingin ke sarasah nomor 2, anda bisa memulai petualangan lainnya dengan mendaki jalan setapak di antara pepohonan dan butuh waktu sekitar 10 menit sampai anda tiba di sarasah nomor 2. Beda dengan sarasah nomor 3, sarasah nomor 2 ini lebih dalam sekitar 3 sampai 4 meter. Jika di sarasah nomor 3 lebih dingin karena sinar matahari terhalang pepohonan, maka di sarasah nomor 3 ini anda bisa berjemur dan tiduran di atas batu-batu besar.
Sementara itu, sarasah nomor 1 jarang dikunjungi karena akses jalan yang sulit serta tempat pemandiannya hanya berupa lubuk yang dalam dan tak seluas sarasah nomor 2 dan 3. Disinilah biasanya warga mencari ikan.
Terkait banyaknya ikan ini, sampai sekarang ada cerita yang masih berkembang masyarakat. Menurut Nyiak Datuak, pada tahun 1960-an terjadi peristiwa yang menggegerkan masyarakat setempat. Seorang pencari ikan yang dikenal dengan sebutan Inyiak Ombak meninggal dunia di sarasah akibat bahan peledak.
Inyiak Ombak bukan warga di sana. Dia datang dari Kamang Mudiak berdua dengan keponakannya untuk menangkap ikan di siang hari menggunakan bahan peledak. Saat hendak melempar bahan peledak ke dalam sungai, menurut cerita, ia dan ponakannya melihat ada anak gadis yang tengah mandi di sarasah itu.
Tak lama anak gadis itu menghilang dan malang, bahan peledak tadi meledak saat masih di tangannya. Nyiak Ombak meninggal dunia sementara sang ponakan selamat. Jenazah Inyiak Ombak dikebumikan oleh masyarakat di TPU yang berada di atas Mesjid Nurul Hidayah. Sekali setahun, anak cucu Inyiak Ombak berziarah ke makam ini.