Sawahlunto juga punya bekas stasiun kereta api bersejarah yang kini menjadi museum. Masih asli dari zaman Belanda.
Sejarah Ombilin atau Sawahlunto sebagai kota tambang telah dikenal sejak zaman Pemerintahan Hidia Belanda di tahun 1858. Kala itu, endapan batu-bara baru ditemukan oleh pihak Belanda.
Diberkahi dengan hasil sumber daya alam yang luar biasa, pihak Belandapun memikirkan cara untuk membawa batu-bara ke luar Sawahlunto.
Stasiun Kereta Api Sawahlunto yang dibangun tahun 1912 pun menjadi saksi bisu dari masa penambangan batu-bara di era itu. Dari sana hasil bumi batu-bara diangkut menuju Emmahaven (Teluk Bayur) di Padang dengan menggunakan kereta api.
Di tahun 1902, sejumlah renovasi pun dilakukan di Stasiun Kereta Api Sawahlunto. Sayang, berkurangnya produktivitas batu-bara di tahun 2000 mulai berimbas pada stasiun ini. Di tahun 2003, akhirnya stasiun ini mulai dipensiunkan.
Melihat kondisi stasiun yang mulai tidak terawat, akhirnya Pemkot Sawahlunto menggandeng PT KAI Divisi Regional II Sumbar untuk ‘menghidupkan’ kembali stasiun tersebut.
Pada 17 Desember 2005, akhirnya Stasiun Kereta Api Sawahlunto mendapat ‘nafas’ baru sebagai museum. Peresmiannya pun dilakukan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kehadirannya pun jadi museum kereta api kedua di Indonesia setelah Museum Kereta Api Ambarawa.
Selain arsitektur jadoel ala Hindia Belanda, sejumlah gerbang kereta dan lokomotif yang tampak tua juga masih terparkir di halaman museum sebagai salah satu pajangan.
Namun jangan berkecil hati, di sisi belakang museum terparkir Lokomotif Uap Wisata Mak Itam seri E 1060 buatan Jerman. Berkapasitas 30 orang, lokomotif uap tua ini masih dirawat dan diberdayakan sebagai kereta wisata.
Selain di luar museum, area dalam juga menyimpan koleksi terkait kereta api hingga dokumentasi stasiun di masa jayanya. Namun berhubung datang agak sore, detikTravel tidak dapat melihat koleksinya karena museum telah tutup.