Masih ingat Korong Lubuak Laweh, Nagari Tandikek Utara, Kecamatan Patamuan, Padangpariaman? Kampung yang hilang ditelan bumi saat gempa 30 September 2009 lalu itu, masih menyimpan seribu satu cerita. Mulai dari kisah mistik, hingga cerita tentang kuburan misterius yang konon terpanjang di Minangkabau.
ADA yang menarik di balik bencana longsor di Lubuak Laweh. Salah satunya, keberadaan makam panjang di sekitar lokasi longsor. Makam panjang ini luput dari radar publik Sumbar.
Untuk menuju pandam pekuburan itu, harus berjalan kaki sekitar 30 menit menyusuri belukar dan perladangan. Di pekuburan itu, terdapat dua makam sepanjang 4 meter dan 3,5 meter. Letaknya berdampingan, layaknya pasangan suami istri. Posisi makam menghadap ke kiblat umat Islam. Sedangkan ukuran makam di sekitarnya relatif normal.
Banyak cerita misterius tentang makam panjang itu dari warga setempat. Sebelum gempa 7,9 skala Richter 30 September 2009, warga Lubuak Laweh sering mendengar bunyi getaran hebat di kuburan panjang itu.
“Memang biasanya seperti itu. Setiap kali makam itu bergetar, pertanda bakal terjadi sesuatu,” ungkap Mawardi, kakak Wali Korong Lubuak Laweh Ismail, ketika menemani Padang Ekspres menyusuri kampung yang hilang tersebut, Minggu (26/5).
Hingga kini, tidak satu pun tetua dan pemuka masyarakat setempat mengetahui riwayat dan identitas kedua makam panjang tersebut.
“Masyarakat hanya tahu secara turun temurun kalau makam itu atas nama Pamuncak Alam Bagaga. Katanya, kedua makam itu sosok bangsawan Minangkabau,” terang Gafar, tetua kampung
Gafar menduga kedua makam panjang di pandam pekuburan Kaum Suku Piliang itu, adalah nenek moyang Minangkabau yang telah memeluk Islam jauh sebelum Islam berkembang di Minangkabau. “Memang, kita belum bisa memastikan siapa kedua orang yang berkubur di tempat itu. Namun, menilik posisinya, bisa dipastikan keduanya muslim,” terang Gafar.
Di batu nisan kedua makam itu tanpa identitas. Wajar saja, berbagai spekulasi muncul di balik misteri kedua makam panjang itu. Siapakah sosok pemilik kuburan panjang itu, butuh penelitian sejarah.
Analisa Gafar boleh saja benar. Bila kuburan panjang itu nenek moyang Minangkabau, boleh jadi Islam telah masuk ke Minangkabau jauh sebelum catatan sejarah dimuat di buku-buku sejarah.
Sebuah monumen berdiri kokoh di Korong Lubuak Laweh. Di monumen ini, tertera nama-nama penduduk setempat yang tewas atau hilang dalam tragedi 30 September 2009 itu.
Lubuak Laweh terletak sekitar 20 km dari ibu kota Kabupaten Padangpariaman. Kampung ini berada di dataran rendah. Posisinya diapit perbukitan dan Gunung Tigo. Di kiri kanan jalan, masih membekas sisa longsoran 30 September 2009 itu.
Tidak mudah menjangkau korong ini. Medannya relatif berat. Hanya motor trail bisa menembusnya. Tanpa itu, perjalanan harus ditempuh dengan berjalan kaki. “Tempat kita berdiri ini, dulunya perkampungan. Untuk menandai ini bekas permukiman, hanya tugu ini tandanya,” ungkap Ismail
Tanah subur ini, kini menjadi kampung mati. Lahan pertanian berubah tandus. Tak ada lagi tanda-tanda kehidup
Ismael menyaksikan sendiri detik-detik longsoran itu. Tubuhnya terseret material longsor sejauh 100 meter. Tubuhnya tertimbun tanah setinggi 3 meter. Ismail berhasil diselamatkan warga yang mendengar suaranya. Meski begitu, Ismael belum bisa dievakuasi karena kakinya terimpit reruntuhan bangunan rumah.
“Saya ditinggalkan sendiri di tengah pekatnya malam. Awalnya ada saudara saya yang menunggui saya malam itu. Tapi karena ketakutan, saya ditinggal sendirian. Saya menahan rasa sakit selama 18 jam,” ujarnya.
Mulutnya tak pernah berhenti mengumandangkan kalimat zikir sembari terus berdoa kepada Allah. Paginya, Kamis (1/10), Ismail diselamatkan Tim SAR dan warga. Kaki kirinya luka parah, sedangkan kaki kanannya patah. Selama 17 hari dia dirawat intensif di RSUD Kota Pariaman. “Lebih kurang 9 bulan saya berjalan menggunakan tongkat,” kenangnya.
Kini, warga Lubuak Laweh tinggal berpencar. Ada yang tinggal di Dusun Jajaran yang berjarak 2 km dari Lubuak Laweh, ada juga yang merantau ke luar daerah. “Bagaimana lagi, sawah kami habis. Tidak ada yang bisa diharapkan dari sini,” ujar Reno Ali, saksi hidup lainnya.
Reno nyaris tewas sekeluarga tertimbun longsor. “Untunglah ada batang kayu yang menghambat,” paparnya.
Sumber ekonomi di Lubuak Laweh sangat susah. Lahan pertanian dan sarana irigasi tertimbun longsor. “Kami berharap pemerintah membantu memulihkan lahan pertanian yang tertimbun longsor. Sehingga warga bisa kembali ke sawah seperti dulu lagi,” tuturnya.
Keinginan warga tak bertepuk sebelah tangan. Kini, Pemkab Padangpariaman telah mengerjakan jalan menuju Korong Lubuak Laweh. Ruas jalan menuju Korong Lubuak Laweh juga hilang.
Kepala Dinas PU Padangpriaman, Asmi B mengatakan, ruas jalan menuju Dusun Jajaran, Lubuak Laweh itu akan diaspal nantinya. (***)