Kain Ulos

0
182

Jakarta – Sektor Pariwisata diyakini bisa membantu melestarikan budaya Kain Ulos. Selain itu, pariwisata juga bisa membantu meningkatkan perekonomian para penenun.

Hal inilah yang membuat Devi Pandjaitan boru Simatupang dan puterinya Kerri Na Basaria menggagas pameran Ulos, Hangoluan & Tondi. Pameran diselenggarakan Tobatenun di bawah Yayasan DEL. Kegiatan ini berlangsung di Museum Tekstil, Jakarta. Tepatnya 20 September hingga 7 Oktober 2018.

Pameran berawal dari keprihatinan Istri dan anak bungsu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Sebab penenun Kain Ulos mengalami krisis regenerasi. Melalui pariwisata budaya Ulos diharapkan bangkit kembali.

“Anak Saya, Kerri, lahir di Amerika. Sekolahnya juga banyak di luar negeri. Tapi Saya selalu mengingatkan Dia agar jangan pernah lupa dengan jati diri. Begitu destinasi Danau Toba mulai berkembang, Dia akhirnya terpanggil pulang. Kerri ingin mengembangkan Ulos sesuai keinginannya,” ujar Menko Luhut, Rabu (19/9).

Luhut mengaku bangga dengan puterinya. Karena, Kerri sanggup mengemas pameran Ulos secara milenial. Karena sasarannya memang anak-anak muda.

“Sebelumnya, Ulos mendekati kepunahan. Karena, minimnya jumlah penenun aktif. Orang Batak banyak yang menganggap menenun itu identik dengan kemiskinan. Sehingga banyak orang tua tak mengizinkan anak-anaknya menjadi penenun. Sekarang sudah lain cerita sejak Danau Toba berkembang pesat,” tutur Menko Luhut.

Menko Luhut mengungkapkan, kain khas Sumatera Utara ini sudah mendunia. Ulos digunakan oleh para petinggi dari berbagai negara pada Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 di Washington, Amerika Serikat.

“Kebanggaan tak terhingga saat melihat Ulos Harungguan menyentuh bahkan melingkari leher para petinggi asing di acara pertemuan bergengsi,” katanya.

Sedangkan Devi Pandjaitan mengaku rela puluhan koleksi berharganya dipamerkan demi tujuan baik. Apalagi pameran ini sifatnya kegiatan sosial. Tujuannya untuk melestarikan dan meregenerasi penenun Ulos.

“Yayasan DEL memang aktif berpartisipasi dalam pameran kain tradisional. Tujuannya sebagai upaya pelestarian kekayaan warisan budaya. Kali ini, kami menaruh perhatian pada kain Ulos, budaya Batak,” ungkap Devi.

Devi Pandjaitan sendiri memiliki ratusan koleksi Ulos. Hampir semuanya berusia tua. Setelah diskusi panjang, akhirnya hanya yang berusia 50 tahun ke atas yang dipamerkan.

“Bahkan penenun Ulos berpengalaman belum tentu mampu menenun motif yang sama dari Ulos langka itu. Maka, kami rasa revitalisasi tradisi. Pengetahuan menenun seperti itulah yang ingin kami kembalikan. Sehingga tipe-tipe Ulos yang dihasilkan di kemudian hari bisa luar biasa. Tidak melulu seperti sekarang,” tuturnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, tenun Ulos mesti diinkubasi. Agar bisa menjadi industri kreatif. Menurutnya, Ulos tidak mudah lekang dengan panas, dan tidak lapuk dari hujan.

“Ulos, tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna. Tapi juga prestise dari modernisasi dan proses akulturasi,” ujar Menpar Arief Yahya.

Ulos juga bisa membantu Danau Toba untuk menjadi destinasi utama kelas dunia dan UNESCO global Geopark. Pasalnya, ada tiga buah penilaian, di antaranya biodiversity, geodiversity, dan culture diversity yang salah satunya Ulos, yang memiliki sejarah sangat panjang.

“Poinnya untuk membantu Danau Toba jadi UNESCO global geopark. Oleh karena itu kita harus melestarikan Ulos. Saya sarankan Ulos didaftarkan pada UNESCO, Saya akan bantu mendapatkan itu,” sebut Menpar Arief Yahya.

Menteri asal Banyuwangi ini menambahkan, kalau serius Indonesia bisa mendapatkan UNESCO heritage ulos. Imbasnya nanti makin mudah menjual Danau Toba sebagai destinasi utama dunia.

“Dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan, harus ada nilai ekonominya. Karena kalau tidak, maka tidak akan berkelanjutan. Nanti ujungnya budaya semakin dilestarikan semakin menyejahterakan masyarakat. Begitu juga dengan Ulos,” pungkasnya.(*)