Industri Kreatif yang Menjadi Daya Tarik Wisata Sumbar

0
145

Padang – Bagi wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah. Dua indikasi tersebut adalah tawaran kuliner dan pertunjukan kesenian. Hal ini ungkapkan oleh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Arif Johan dalam sebuah diskusi kebudayaan di Padang beberapa waktu lalu. Arif mengakatan nama Sumbar telah mengitu harum di dunia destinasi dengan kekayaan kulinernya, namun untuk poin yang kedua belum ada pilihan yang ditawarkan pada wisatawan, khususnya luar negeri.

“Festival kesenian telah menjadi magnet bagi wistawan mancanegara,” ujarnya.

Hal yang paling mendasar yang selama ini diabaikan adalah perlunya kerja ekonomi yang sebenarnya, maksudnya tidak hanya sebatas menjual saja. Banyak pola-pola kerja ekonomi yang bisa dilakukan untuk merangsang dan menumbuhkan dunia kuliner dan pertunjukan seni di Sumbar agar tumbuh lebih baik. Salah satu yang paling penting adalah kerja manegement. Ketika perencanaan sebuah festival kesenian atau wisata kuliner disusun dengan dasar kerja yang baik, hasil yang lebih baik tentu bisa dicapai.

Menurut Arif, prinsip kerja ekonmi bisa dikombinasikan dengan kerja-kerja kesenian yang telah menjadi sebuah industri kreatif untuk mendorong satu bentuk sistem kerja festival yang matang secara ekonomi dan berkualitas dari sudut pandang produk seninya. Di sini pekerja seni dan pelaku ekonomi bisa membagi kerja, hingga tidak ada tumpang-tindih dan tujuan utama bisa tercapai.

“Yang menjadi soal, selama ini yang mengerjakan segalanya adalah pekerja seni juga. Sehingga banyak hal yang luput atau kurang diperhatikan,” ujar Arif.

Arif juga tidak menyangkal, jika dunia seni pertunjukan tidak menarik bagi orang-orang ekonomi. Hal ini terjadi karena insting dasar ekonomi dimana sebuah produk tidak akan menarik karena belum memiliki daya tarik finansial yang besar. Jika sudah terlihat sebuah festival bisa mendatangkan dolar atau ponsterling baru beramai-ramai manager atau promotor memburunya.

“Orang-orang ekonomi baru tertarik setelah bisa melihat potensi uang yang ada. Saya pikir harus ada kompromi untuk hal ini jika kita akan membentuk sebuah festival kesenian yang kuat,” tuturnya.

Menanggapi hal itu budayawan Sumatera Barat S Metron mengatakan ada pola pikir mendasar yang selama ini menghantui mental para penggagas festival kesenian. Bahwa festival itu tidak akan sukses jika tidak ramai yang menonton. Hal ini terus dilanggengkan pemerintah dengan begitu sering mendukung festival-festival yang tidak berkualitas. Menurut Metron kedua pihak ini sama-sama mengimani bahwa festival kesenian yang baik adalah festival yang ramai. Padahal yang harus dibangun terlebih dahulu, kata Metron, adalah mutu festival itu senddiri.